Biodata Mahmud Yunus
Mahmud lahir pada hari Sabtu 30 Ramadhan 1316 H ( 10 F ebruari 1899 M ) di Desa Sungayang Batusangkar Sumatera Barat. Pada usia kira – kira 7 ( tujuh ) tahun Mahmud mulai mengaji Al – Qur’an di surau kakeknya M. Thahir bin M. Ali gelar Engku Gadang. Mahmud belajar dengan tekun setiap malam dan pagi sesudah shalat Subuh. Siang hari bermain seperti anak – anak lainnya. Meskipun Mahmud telah tamat membaca Al – Qur’an, tetapi tetap tinggal di surau sebagai guru bantu, Mahmud juga belajar mengenai ilmu saraf. Pada masa anak – anak, pelajaran yang terpenting ialah membaca Al – Qur’an, shalat dan puasa. Guru juga menceritakan tentang surga, neraka, padang mahsyar, tanda – tanda hari akan kiamat dan lain sebagainya.
Pada tahun 1908 masuk sekolah Desa kelas I. Kira – kira 4 ( empat ) bulan Mahmud dinaikkan ke kelas II . Mahmud sewaktu kelas 4 ( empat ), pindah kesekolah Madrasah ( sekolah agama ) biasa disebut Madras School atau Sekolah Surau yang didirikan oleh H. M. Thaib Umar bertempat di Surau Tanjung Pauh. Mata pelajaran yang terutama adalah :
1. Ilmu Nahu, dari kitab Durusun Nahwiyah
2. Ilmu Saraf, diberikan secara lisan
3. Berhitung menurut cara Ahli Hisab Arab ( system Faraid )
4. Bahasa Arab dengan cara bercakap – cakap.
Waktu siang hari Mahmud belajar di Madrasah, malam hari di surau kakeknya sebagai guru bantu dan juga belajar Fiqhi. Sejak itu Mahmud pindah ( tinggal ) di surau Tanjung Pauh. Pada tahun 1329 H ( Mei 1911 M ), Mahmud mengisi seluruh waktunya untuk belajar ilmu – ilmu Agama dan bahasa Arab. Masalah buku – buku keperluan sekolah sebagian besar sudah ada kepunyaan kakeknya. Pada tahun 1913 M, Mahmud sudah menjadi guru tua kecil dan mempunyai murid 5 – 6 orang. Mulai sejak itu Mahmud belajar pada tuan Syekh bersama – sama guru tua yang lain.
Mahmud bukan saja mengajarkan kitab – kitab yang telah dipelajarinya, bahkan juga mengajarkan kitab – kitab yang baru didapat dan dibacanya. Kitab – kitab yang dipelajari dari tuan Syekh diantaranya :
• Ilmu Fiqhi : Iqnak, Mahalli, Fathul Wahhab, Fathul Mu’in
• Ilmu Nahu/Saraf : Alfiyah Ibnu’aqil, Asymuni, Taftazani
• Ilmu Tauhid : Samsi dan Ummul Barahin
• Ilmu Balaqhah : Jauharul Maknun, Talkish
• Ilmu Ushulul Fiqhi : Jami’ul Jawamik
• Ilmu Tashauwuf : Ihyak Ulumuddin, Minhajul’abidin
Dan lain – lain.
Pada masa itu pelajaran tafsir Al – Qur’an tidak di pentingkan hanya dengan belajar sendiri. Demikian juga pelajaran Hadits. Pada tahun 1915 M, Mahmud sudah mngajarkan kitab – kitab :
1. Al Mahalli
2. Alfiyah Ibnu ‘aqil
3. Jam’ul jawami dan lain-lain.
Sebagai guru tua, tetapi tetap belajar pada tuan Syekh. Pada tahun 1916 Mahmud telah dipercaya menggantikan gurunya. Mahmud disamping rajin juga mempunyai cara belajar tersendiri. Biasanya murid – murid agama, bila telah dapat menterjemahkan kitab Fiqhi dari bahasa Arab kedalam bahasa Indonesia, terjemahan ala surau, dianggap sudah cukup, kemudian berpindah ke bagian berikutnya, demikian seterusnya. Menurut Mahmud, hal ini belum cukup, masih harus ditambah dengan 2 ( dua ) hal ( cara ) yaitu :
1. Ia harus mengerti terjemahan itu sejelas – jelasnya, serta dicocokkan dengan bahasa Arab
2. Ia harus menghafal arti kata demi kata, sehafal – hafalnya bahkan bila perlu dituliskan arti kata – kata itu dalam sebuah buku tulis seperti kamus tanpa alphabet.
Menurut Mahmud, harus belajar ilmu Fiqhi sampai tamat, bukan sebagian saja. Sesudah itu, pelajari ilmu Fiqhi dari buku lain tanpa guru. Pada tahun 1917 Syekh. H. M. Thaib tidak dapat lagi mengajar karena sakit, dan digantikan oleh Mahmud dan kawannya. Pada saat itu Mahmud mengajarkan kitab – kitab yang baru datang dari Mesir seperti :
• Bidayatul Mujthaid
• Hushulul Makmul
• Irsyadul Fuhul dan lain – lain.
Pada tanggal 1 Muharram 1337 H ( 4 Oktober 1918 M ), Mahmud membuka kembali Madras School dan meneruskan system halaqah, untuk murid – murid dewasa yang juga datang dari luar Sungayang.
Kegiatan Mahmud yang lain :
1. Pada Tahun 1919, didirikan Persatuan Guru – Guru Agama Islam ( PGAI ) yang dihadiri oleh alim ulama seluruh Minangkabau di Padang Panjang.
Sebagai ketua : H. Abdullah Ahmad dan kantor pusatnya di Padang. Mahmud salah seorang pendirinya sekaligus sebagai anggota.
2. Pada akhir tahun 1919, Mahmud bersama guru – guru lain mendirikan perkumpulan pelajar – pelajar Islam di Sungayang Batusangkar bernama Sumatera Thawalib. Perkumpulan ini menerbitkan sebuah majalah Islam bernama Al Basyir pada tanggal 1 Rajab 1338 H ( Februari 1920 M ).
Mahmud berperan sebagai Rais tahrirnya ( ketua pengarangnya )
Sejak Februari 1920 M, Mahmud mulai tulis menulis ( mengarang ) kitab – kitab. Kitab yang pertama ditulisnya ialah kitab Shalat ( kitab sembahyang ) tiang agama Islam. Ditujukannya untuk kaum ibu yang mengaji di mesjid. Judulnya ialah Jam’iyatun Niswan sesuai dengan nama penerbitnya. Kitab – kitab yang ditulis pada saat itu adalah :
1. Kitab Shalat, tahun 1340 H ( 1921 M )
2. Jalan Selamat, tahun 1341 H ( 1922 M )
3. Terjemahan Al Qur’an ke I, tahun 1341 H ( 1922 M )
4. Hikayat Nabi Muhammad, tahun 1341 H ( 1922 M )
5. Terjemahan Al Qur’an ke II, tahun 1341 H ( 1922 M )
Semua kitab – kitab itu dicetak dengan huruf Arab Melayu.
Pada bulan Sya’ban 1341 H ( Maret 1923 M ) Mahmud berangkat Haji ke Mekkah melalui Pulau Penang, dari Pulau Penang naik kapal laut ke Jeddah terus ke Mekkah. Selesai Haji kembali ke Indonesia. Pada bulan Sya’ban 1342 H, Mahmud berangkat lagi ke Mesir (Cairo ) karena ingin belajar disana ( Al Azhar ). Pada tahun pertama Mahmud mengambil Syahadah Alimiyah dan lulus dengan mendapat ijazah. Tidak hanya sampai disini, Mahmud melanjutkan kuliah di Darul Ulum dari tingkat I sampai tingkat IV. Pada masa - masa libur ( lebih kurang 4 bulan lamanya ) Mahmud mengisi waktunya dengan menulis buku ( mengarang ). Buku pertama yang ditulisnya adalah pelajaran Bahasa Arab. Sebelum dicetak Mahmud memperlihatkan naskahnya kepada Syeikh Sastra Arab setelah selesai dibaca Syeikh dan dikoreksi dan disetujuinya, barulah naskah itu dicetak di Negara setempat ( Mesir ).
Buku yang dicetak waktu itu berjumlah 10.000 exemplar, sebagian dikirim ke Malaysia dan sebagian lagi ke Indonesia. Mahmud berhasil mengikuti kuliah dari tingkat I sampai tingkat IV dan lulus dalam ujian akhir. Setelah tamat, Mahmud kembali ke Indonesia. Pada bulan Oktober 1930 Mahmud membuka beberapa sekolah yakni :
1. Al Jami’ah Islamiyah ( yang dulu pernah didirikannya pada tahun 1918 ) di Sungayang
2. Normal Islam ( sekolah guru ) di Padang, pada tanggal 1 April 1931. Mahmud menjadi Direktur pada kedua sekolah tersebut
3. Sekolah Islam Tinggi di Padang ( 1 November 1940 )
4. Mendirikan perkumpulan pelajar Islam di Sungayang bernama : Sumatera Thawalib, bersama pemuka – pemuka agama lainnya.
Kegiatan diantaranya menerbitkan majalah Islam dengan nama Al Basyiir, pimpinan redaksinya dipegang oleh Mahmud. Perkumpulan serupa dengan nama yang sama didirikan di beberapa tempat yaitu :
• Padang Panjang dengan nama majalahnya Al Muniir
• Bukit Tinggi dengan nama majalahnya Al Bayan
• Maninjau dengan nama majalahnya Al Itqan
Semua Thawalib itu pada dasarnya sama yaitu menetapkan hukum dalam agama Islam, harus berdalil kepada Kitab, Sunnah, Ijma’ atau Qiyas. Pada tahun 1943 Mahmud dipilih sebagai Penasehat Presiden mewakili Majelis Islam Tinggi. Pada tahun yang sama, Mahmud menjadi anggota Chu Sangi Kai. Pada masa penjajahan Jepang ini Mahmud mengusahakan masuknya Pendidikan Agama ( Islam ) disekolah Pemerintah dan berhasil.
Pada tahun 1944, Mahmud menjadi anggota Delegasi Alim Ulama MIT Minangkabau untuk menghadiri Muktamar Alim Ulama di Singapura. Pada tanggal 1 Maret 1946, Mahmud diangkat sebagai Pemeriksa Agama pada Jawatan Pengajaran Sumatera Barat. Pada tanggal 31 Agustus 1945 didirikan Komite Nasional Sumatera Barat diketuai oleh Marzuki Yatim dan Mahmud. Mahmud menjadi anggota sampai tanggal 31 Desember 1945. Pada tanggal 1 Januari 1946 sampai dengan tanggal 31 Desember 1946, Mahmud menjadi anggota pengurus harian Komite Nasional Sumatera Barat di Padang kemudian di Bukit Tinggi dan anggota majelis Islam Tinggi.
Tugas Mahmud sebagai pengurus harian Komite Nasional ialah mengunjungi daerah – daerah untuk memberi penerangan tentang kemerdekaan Indonesia, Pemilihan Umum dan lain sebagainya.
Pada akhir tahun 1946 Mahmud pindah ke Pematang Siantar mempunyai 2 ( dua ) tugas yaitu :
1. Kepala Bagian Islam pada Jawatan Agama Propinsi Sumatera
2. Anggota Komite Nasional Propinsi Sumatera.
Pada bulan Januari 1947 Mahmud mengusulkan kepada Kepala Jawatan P.P.K ( Kanwil P & K ) Propinsi Sumatera bernama Abdullah Nawawi, agar supaya pelajaran agama dimasukkan dalam mata pelajaran sekolah – sekolah negeri. Usul itu diterima dengan baik oleh kepala P & K tersebut. Siantar sebagai ibukota Propinsi Sumatera diduduki Belanda, Ibukota dipindah ke Bukit Tinggi. Mahmud dan yang lain – lain serta pemerintahan pindah ke Bukit Tinggi ( 1 Januari 1948 ) Jabatan Mahmud tetap sebagai Kepala Bagian Islam pada Jawatan Agama Propinsi Sumatera. Mahmud bertambah dengan 2 ( dua ) jabatan lagi yaitu sebagai Inspektur Agama pada Jawatan P & K Propinsi Sumatera dan menjadi dosen agama pada Akademi Pamong Praja dan Administrasi.
Pada akhir Desember 1948, Belanda menyerang Bukit Tinggi dan mendudukinya. Gubernur dan semua karyawan mengungsi kedaerah pedalaman yang tidak diduduki Belanda. Mahmud dan keluarga juga mengungsi ( evakuasi ) ke kampong halamannya ( Sungayang Batusangkar ). Akhirnya Belanda juga menduduki Batusangkar dan sampai ke Sungayang. Mahmud dan anak laki – laki yang sudah dewasa mengungsi lagi ke daerah yang lebih jauh yaitu ke Padang Japang ( daerah Payakumbuh )
Pada saat itu Menteri Agama PDRI ( Pemerintah Darurat Republik Indonesia ) yaitu Mr. Tgk. M. Hasan juga berada dan berkantor disana, disebuah Surau ( langgar ) kepunyaan Syekh Abbas Abdullah Imam Jihad di Padang Japang. Mahmud menjumpai Menteri Agama tersebut dan Mahmud diangkat sebagai Sekretaris Menteri Agama PDRI di daerah Suliki dan Kota Tinggi, pada tanggal 1 April 1949 . Tanpa diduga, pada saat itu ada rombongan ( utusan ) dari Yogyakarta yaitu Muhammad Natsir, Dr. Leimena dan seorang temannya dengan tujuan menjemput Perdana Menteri PDRI untuk dibawa ke Yogyakarta. Dr. Leimena menerangkan tentang adanya persetujuan Rum Royen, sehingga keadaan sudah aman untuk kepergian selanjutnya Perdana Menteri PDRI, Mr. Syafruddin Prawiranegara dan Dr. Lukman berangkat ke Jogya bersama Dr. Leimena dan M. Natsir.
Pada bulan Desember 1949, Mahmud menerima undangan untuk menghadiri Kongres Muslim Indonesia di Jogya pada tanggal 20 Desember 1949. Tahun 1957 – tahun 1970 Mahmud bersama kawan – kawan di Jakarta mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama ( ADIA ) dimana Mahmud menjabat sebagai Dekan. Mahmud mengusulkan kepada Menteri Agama, supaya ADIA dapat menjadi sebuah Perguruan Tinggi sampai tingkat sarjana penuh. Menteri Agama menghadap Presiden dan mengusulkan supaya ADIA dan PTAIN ini di integrasikan saja menjadi satu perguruan tinggi. Setelah disetujui maka berdirilah Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) yang berada di Jakarta dan Yogyakarta.
Di Jakarta mempunyai 2 ( dua ) Fakultas terdiri dari :
1. Fakultas Tarbiyah Dekannya Mahmud Yunus
2. Fakultas ADAB Dekannya Prof. Bustami A. Gani
Di Jogya juga ada 2 ( dua ) Fakultas terdiri dari :
1. Fakultas Syari’ah dekannya Prof. Hasbi Sidqi
2. Fakultas Ushuluddin dekannya Prof. Muchtar Yahya
Pemerintah mendirikan IAIN pada tanggal 9 Mei 1960 dengan peraturan Presiden RI. NO 11 tahun 1960. Setelah berjalan beberapa lama, datang usul dari masyarakat Islam Minangkabau Sumatera Barat, agar Fakultas Tarbiyah didirikan pula di Padang, sebagai cabang dari Fakultas Tarbiyah di Jakarta. Usul itu diterima. Pada tanggal 20 November 1966, didirikan 3 ( tiga ) Fakultas yaitu :
Fakultas Tarbiyah, Syariah dan Fakultas Arab di Sumatera Barat. Cabang ini kemudian memisahkan diri dari pusatnya Jakarta dan berdasarkan keputusan Menteri Agama, nomor B. IV / 2 / F / B.8.683 tanggal 16 Februari 1967 berdirilah IAIN Imam Bonjol, dan sebagai Rektor Pertama diangkat Mahmud Yunus hingga Mahmud pensiun pada akhir tahun 1970.
Perlawatan Mahmud ke Luar Negeri.
1. Pada tahun 1961 Mahmud ditugaskan oleh Departemen Agama untuk mengadakan perlawatan ke 9 ( Sembilan ) Negara – Negara Islam : Mesir, Saudi Arabia, Syria, Libanon, Yordania, Turki, Irak, Tunisia, dan Maroko dari bulan Mei sampai bulan November 1961. Perjalanan ke Negara – Negara Islam tersebut dalam rangka mempelajari Pendidikan Agama di Negara – Negara tersebut.
2. Pada tahun 1962 ke Saudi Arabia.
Menghadiri sidang Majelis A’la Istisyari Al Jami’ah Al Islamiyah di Medinah pada bulan April 1962, bertepatan dengan musim Haji. Mahmud menunaikan Haji untuk kedua kalinya.
3. Pada tahun 1964, Mahmud diundang ke Cairo – Mesir untuk menghadiri Muktamar ke I dari Majma Buhutsul Islamiyah di Universitas Al Azhar
4. Pada tahun 1965, Mahmud diundang lagi ke Cairo – Mesir untuk menghadiri Muktamar ke II dari Majma Buhutsul Islamiyah di Universitas Al Azhar
5. Pada tahun 1966, ke Cairo – Mesir mengikuti Muktamar ke III dari Majma Buhutsul Islamiyah di Universitas Al Azhar
6. Pada tahun 1967, menghadiri Muktamar ke IV dari Majma Buhutsul Islamiyah di Universitas Al Azhar. Mahmud berpidato dengan judul : Al Israiliyat fit Tafsir Wal Hadits.
7. Pada tahun 1969, memenuhi undangan Majelis A’la Istisyari Al Jami’ah Al Islamiyah di Medinah Munawwarah
8. Pada tahun 1978, menunaikan Haji untuk ketiga kali bersama keluarga.
Pada peringatan ulang tahun Mahmud yang ke 70 ( 10 Februari 1969 ) dirayakan di Padang bersama – sama para bekas murid – murid/ mahasiwa – mahasiswa, dan teman – teman Mahmud secara sederhana namun meriah. Pada awal tahun 1970 kesehatan Mahmud mulai menurun, masuk Rumah Sakit di Jakarta, disamping itu Mahmud menyampaikan permohonan pensiun sebagai Rektor karena sudah cukup lama mengabdi pada bangsa dan Negara, dalam pendidikan Islam di Indonesia. Permohonan dikabulkan dan pada tahun 1971 Mahmud pensiun sebagai pegawai negeri dari jabatan terakhir sebagai Rektor IAIN Imam Bonjol di Padang. Pada awal tahun 1970, Mahmud dan keluarga menetap di Jakarta, sampai akhir hayatnya.
Selama masa pensiun, Mahmud masih tetap menulis buku – buku sebagai berikut :
1. Sejarah Pendidikan Islam di Minangkabau
2. Tafsir Ayatul Akhlak dalam Bahasa Arab
3. Moral Pembangunan dalam Islam
4. Kesimpulan Isi Al Qur’an
5. Riwayat Hidup sendiri.
Pada tanggal 16 Januari 1982, Mahmud berpulang kerahmatullah, meninggal dengan tenang. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun Dikebumikan di perkuburan IAIN Ciputat Jakarta.